handoko wibowo salem

A topnotch WordPress.com site


Leave a comment

Masih Mau Jadi Agen Penyebar Berita Hoax?

Apakah Anda menyadari hanya dengan mengklik retweet,  forward atau share sebuah pesan yang belum jelas kebenarannya di media sosial Anda telah melakukan ghibah, fitnah, atau pun namimah? Untuk itu melalui tulisan ini, penulis mengajak pembaca pada umumnya dan khususnya guru Indonesia untuk bijaksana dan berperan aktif  melawan hoax. Mengapa guru? karena jumlah guru di Indonesia sangat besar, Badan Pusat Statistik  merilis data pada tahun 2016 jumlah guru bertatus ASN di seluruh Indonesia sebanyak 1.712.848 orang,  jika ditilik dari nomor unik, jumlah guru yang ber NUPTK pada tahun 2015 mencapai 3.015.315 orang. Angka tersebut sangat menjanjikan untuk keberhasilan  perang melawan hoax. Bila guru dapat mengedukasi siswa, keluarga, dan kolega dengan baik, maka akan sangat besar dan luas cakupannya.

Sebuah media online menulis Indonesia dalam darurat hoax, tak kurang Menteri komunikasi dan Informatika Rudiantara mengajak masyarakat Indonesia berperang melawan hoax. Deklarasi anti-hoax pun serentak digelar di Jakarta dan lima kota lain seperti Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Wonosobo. Alih-alih hoax berkurang, justru hoax makin mengkhawatirkan.

Kata hoax muncul akhir abad ke-18 diduga dari dari kata “hocus” yang artinya  “untuk menipu”. Hocus merupakan kependekan dari hoces corpus-istilah yang biasa digunakan pesulap atau penyihir sebagai mantra untuk menyatakan semua yang dilakukan benar-benar nyata. Popularitas hoax mulai menanjak setelah pemutaran film berjudul The Hoax tahun 2006. Fenomena hoax  mulai terasa sejak tahun 2012 pada pilkada Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang awalnya iseng memberikan kabar bohong yang dipercaya oleh masyarakat.

Masih segar dalam ingatan kita hoax yang beredar di media sosial mengenai produk makanan dan minuman yang  dapat mengakibatkan pengerasan otak (kanker otak), diabetes dan  pengerasan sumsum tulang belakang. Berita tersebut  nampak seperti pesan kesehatan yang bisa dipercaya karena menyertakan organisasi profesi dokter di Indonesia dan nama salah seorang dokter yang  belakang diketahui namanya dicantut oleh penyebar hoax.

Konten hoax kerap berkaitan dengan SARA, politik, isu-isu strategis dan sensitif, bahkan persaingan bisnis. Tidak sedikit orang terpengaruh dengan mempercayai begitu saja  berita bohong tersebut tanpa melakukan  tabayyun atau mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Tentu saja pihak yang dijadikan objek pemberitaan hoax mengalami kerugian baik secara imateri yaitu nama baik  dan secara materi yaitu berkurangnya kesempatan/peluang mendapatkan bisnis bagi para pengusaha karena hilangnya kepercayaan dari masyarakat.

Hoax  berbanding lurus dengan luasnya penggunaan media sosial,  hoax menyasar semua kalangan masyarakat termasuk  guru dan siswa. Secara langsung mapun tidak langsung hoax telah merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hoax harus kita kita perangi agar tidak menimbulkan akibat fatal bagi semua.

Hoax sebagai komoditas tubuh subur karena ada respon pembaca. Sebagian besar pembaca hoax langsung meyakininya dan tanpa berpikir panjang meneruskan kepada orang lain, yang diinginkan oleh hoax maker hanyalah  tercapai maksud propagandanya,  tidak memikirkan dampak negatif dari perbuatannya. Pihak penyedia layanan media sosial telah berupaya mengendalikan hoax, dan pemerintah telah mengeluarkan warning untuk membekukan media sosial yang tidak mengendalikan hoax.

Hoax sekilas nampak seperti berita benar karena biasanya disertai dengan data-data atau deskripsi yang meyakinkan, ada hoax yang mudah dibantah kebenarannya dan ada pula  yang sulit diidentifikasi. Hoax yang sulit dikenali  berisi 80 persen fakta dan 20 persen fiksi, hoax jenis ini dibuat oleh orang-orang yang benar-benar ahli serta berkemampuan tinggi.

Untuk itu, guru perlu memiliki pemahaman yang mendalam dan wawasan yang luas mengenai dunia telekomunikasi dan informasi sehingga tidak begitu saja mempercayai hoax. Dirangkum dari berbagai sumber, aspek yang dapat dicermati  dari hoax antara lain : Judul berita bersifat provokatif, biasanya diawali dengan kata  ‘Terungkap’, ‘Awas’, ‘Ternyata’, ‘Wow’ dan lain sebagainya. Berita hoax umumnya tidak mencantumkan sumber berita yang tidak valid atau tidak bisa diverifikasi, jika ada biasanya merupaka link yang tidak dapat diakses, atau pemuat berita bukan media yang memiliki kredibilitas.  Berita juga cenderung tidak memuat dua sisi yang berlawanan atau “cover both side” dan ditulis dengan nada tendensius, penuh prasangka dan memojokkan pihak lain. Berita hoax kerap menampilkan narasumber anonim

Kekuatan destruktif hoax sangat dahsyat dalam merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Pembaca hoax yang telah memilik sentimen negatif akan menjadikan hoax sebagai dasar pembenaran sikap negatif atau  tindakan merugikan.  Akibat hoax timbul kecurigaan, kebencian, bahkan permusuhan yang membahayakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,  dari beberapa sumber dirangkum dampak negatif  hoax antara lain : Disintergrasi bangsa; Menyulut kebencian, kemarahan, hasutan kepada orang banyak untuk pihak tertentu; Membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda ; Menimbulkan kepanikan yang mengakibatkan masyarakat menjadi resah atas isu yang diangkat hoax ; Kerugian materi dan immateri dari objek hoax

Guru  memiliki peran yang sangat strategis dalam mengedukasi siswa, keluarga dan kolega untuk berperang melawan hoax.  Untuk menunjang peran tersebut, guru  harus memiliki wawasan yang luas, cara berpikir logis, dan hati yang bersih bebas dari rasa curiga dan sentimen negatif terhadap siapapun. Guru perlu memiliki sikap terbuka menerima perubahan dan selalu memihak pada kebenaran serta yang tidak kalah penting  guru tidak boleh gagap teknologi dan informasi.

Dengan posisi yang strategis, peran guru  di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, atau di sekolah sangat dibutuhkan dan dapat diandalkan bila dilibatkan oleh pemerintah dalam perang melawan hoax.

Pemerintah melalui kementerian terkait  telah membuat regulasi mengenai media sosial.  Majelis Ulama Indonesia  telah mengeluarkan Fatwa Nomor  24 Tahun 2017 tentang pedoman bermuamalah melalui media sosial. Pada fatwa MUI tersebut dijelaskan bahwa bemuamalah melalui media sosial tidak boleh melanggar ketentuan agama dan perundang-undangan, tidak mempercayai begitu saja informasi yang diterima karena bisa saja memilik kemungkinan benar atau salah, yang baik belum tentu benar, dan yang benar belum tentu bermanfaat, yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik, dan tidak semua informasi yang benar boleh dan pantas untuk disebar ke ranah publik.

Lebih lanjut, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 terdapat pedoman bahwa setiap orang yang memperoleh informasi melalui media sosial baik yang positif maupun negatif tidak boleh menyebarkannya sebelum diverifikasi atau dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya.

Proses tabayyun yang dilakukan juga telah diatur yaitu pastikan sumber (sanad), kebenaran konten (matan), dan konteks serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan. Cara memastikan kebenaran informasi dapat dilakukan dengan bertanya kepada sumber informasi jika diketahui, dan melakukan klarifikasi pada pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.

Upaya tabayyun dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut beredar luas ke publik. Informasi yang bersifat pujian, sanjungan dan atau hal-hal positif tentang seseorang atau kelompok belum tentu benar, karenanya perlu dilakukan tabayyun.

Guru berperan sangat penting dalam mengedukasi siswa baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah diantaranya : Sekolah dapat berperan aktif melalui semua pelajaran, terutama mata pelajaran Agama, PKn, TIK, dan Bimbingan konseling dengan memasukkan materi tentang menyikapi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta penggunaan teknologi informasi yang bijaksana ; melalui penguatan pendidikan karakter; Melalui hiden kurikulum yaitu menyisipkan konten tentang etika bermedia sosial, melalui grup media sosial sekolah guru menunjukkan sikap dewasa dalam bermedia sosial khususnya dalam menanggapi hoax, menunjukkan keteladanan bagi siswa dengan tidak ikut-ikutan menyebarkan hoax, membantu siswa memiliki sikap dewasa dalam menyikapi  hoax dengan memberi pemahaman dan arahan yang baik.

Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat menjadi orang-orang terdekat, guru sebagai bagian dari anggota keluarga  harus memperhatikan, melindungi, dan mendidik keluarganya.  Dalam keluarga, guru dapat berperan sebagai anak bagi orang tuanya dan orang tua bagi anak-anaknya, bisa menjadi adik atau kakak atau peran lainnya. Dengan peran tersebut, peran guru dalam keluarga menjadi lebih luas. Misalnya melalui perbincangan santai atau interaksi dalam kehidupan sehari-hari guru dapat menyisipkan pesan anti hoax secara lebih leluasa. Pesan yang disampaikan berkaitan dengan media sosial bisa berupa hukum menyebar berita bisa menjadi ghibah atau gosip jiha berita yang disampaikan benar, tetapi objek pemberitaan mungkin tidak menghendaki pemberitaan tersebut. Pesan bisa menjadi fitnah bila ternyata isinya kebohongan, dan pesan dapat pula menjadi namimah atau adu domba bila isinya dapat menimbulkan perselisihan antar kelompok di masyarakat.

Dalam menggunakan media sosial,  kolega yang kita  tentu memiliki karakter dan kebiasaan masing-masing. Dapat dipastikan dari setiap grup media sosial ada diantara mereka yang punya kebiasaan mem-forward atau mengirimkan kembali informasi yang dipandang bermanfaat bahkan berita yang belum diketahui kebenarannya (hoax). Terhadap hoax yang dikirimkan kolega tersebut, guru harus menyikapinya dengan bijaksana agar tidak terjadi perdebatan yang tidak berujung yang akhirnya menimbulkan ketidakharonisan.

Diskusi yang santai tapi ilmiah dan mengedepankan logika serta dasar yang kuat dapat dilakukan apabila memungkinkan. Apabila dipandang justru dapat menimbulkan permasalahan menjadi lebih luas dan panjang yang berujung pada perdebatan tanpa solusi, maka  lebih baik kita tidak melibatkan diri kedalam hoax tersebut dan jangan berpolemik baik secara langsung maupun melalui media sosial.

Suatu ketika Penulis  mendapat pesan hoax melalui media sosial, pada awal kemunculannya seperti kebanyakan pengguna media sosial lainnya tidak menyadari sedang diberi mantra “hocus pocus”  oleh  pesulap informasi di dunia maya. Penulis mempercayai begitu saja informasi tersebut termasuk berita mengenai bahaya aspartam karena secara meyakinkan menyertakan sumber yang secara otoritas memiliki kompetensi di bidangnya.

Seiring berjalannya waktu, berdasarkan pengalaman serta  edukasi yang intensif dari pemeritah melalui pihak yang memiliki otoritas, penulis menyadari dan memahami bahwa setiap informasi memiliki kemungkinan benar atau salah, informasi yang baik belum tentu benar, informasi benar belum tentu bermanfaat, informasi yang bermanfaat belum tentu cocok disampaikan ke ranah publik, dan tidak semua informasi yang benar  boleh dan pantas disebar ke ranah publik.

Berdasarkan pemahaman tersebut yang biasa dilakukan oleh penulis yaitu tidak begitu saja mempercayai setiap informasi yang disebar melalui media sosial selalu melakukan verifikasi dan tabayyun dan berhati-hati dalam menyikapi sebuah berita.  Penulis membiasakan diri menjadi rem penyebaran hoax dengan cara tidak mengirimkan  kembali hoax.

Guru harus meningkatkan kompetensi serta penguasaan teknologi informasi dan komunikasi dan kedewasaan dalam menggunakan teknologi. Mari kita bersatu padu berperang melawan hoax, dukungan pemeritah dan edukasi pihak terkait dapat menjadikan guru pejuang anti hoax andalan. Dengan posisi strategis guru Indonesia sebagai pendidik, anggota keluarga, dan anggota masyarakat, didukung  oleh semua eleman masyarakat Indonesia kita optimis bisa mengalahkan hoax. Akhirnya mari kita tanyakan pada diri sendiri : Masih mau jadi  agen penyebar berita hoax?

 

Advertisement


Leave a comment

PTBK Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Melalui Layanan Informasi

MENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI LAYANAN INFORMASI SECARA KLASIKAL

 

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Kelas VIIB

SMP Negeri 1 Salem Semester I Tahun Pelajaran 2013-2014

Kompetensi Dasar Himpunan)

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh :

Nama    :     HANDOKO WIBOWO, S.Psi.

NIP.     :     197710162009041002

Unit Kerja    :     SMP Negeri 1 Salem, Brebes.

Kegiatan     :    Block Grant Peningkatan Karir Guru BK SMP Kabupaten Brebes Tahun 2013

 

 

 

 

 

 

 

 

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAN

KABUPATEN BREBES

2013

MENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI LAYANAN INFORMASI SECARA KLASIKAL

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling pada Kelas VIIB

SMP Negeri 1 Salem Semester I Tahun Pelajaran 2013-2014

Kompetensi Dasar Himpunan)

 

Oleh : Handoko Wibowo

 

 

ABSTRAK

 

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar matematika pada siswa melalui layanan informasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika setelah siswa mendapat layanan informasi mengenai apa dan mengapa matematika begitu penting dan cara-cara meningkatkan motivasi belajar matematika. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIIB SMP Negeri 1 Ssalem semester I tahun pelajaran 2013-2014, berjumlah 40 siswa yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Penelitian dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan, dimulai bulan Oktober, Nopember, sampai Desember 2013.Penelitian tindakan bimbingan dan konseling ini menggunakan analisis komparatif yaitu membandingkan kondisi pada awal penelitian dengan kondisi pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi belajar matematika siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Salem, pada pra siklus terdapat 14 siswa atau sebesar 35% memiliki motivasi tinggi, 12 siswa atau 30% memiliki motivasi sedang, dan 14 siswa atau sebesar 35% siswa memiliki motivasi rendah dalam belajar matematika. Pada siklus I kegiatan ke 1 meningkat menjadi 20 siswa atau 50%n siswa memiliki motivasi tinggi, pada siklus I kegiatan 2 menjadi 62,5%. siklus II kegiatan 1 menunjukkan sebanyak 29 atau sebesar 72,5% dan akhirnya pada siklus II kegiatan ke 2 menjadi sebanyak 33 orang atau sebesar 85% siswa memiliki motivasi belajar tinggi pada pelajaran Matematika.

 

  1. Pendahuluan

     

Motivasi belajar sangat penting dan sangat diperlukan bagi terciptanya pembelajaran yang aktif, dan efektif. Motivasi belajar erat kaitannya dengan keinginan siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran.

Apabila motivasi belajar siswa rendah maka akan muncul berbagai kendala dalam keberhasilan belajar siswa sebab motivasi belajar sejatinya merupakan pendorong dan pemberi energi (energizer) bagi seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan termasuk belajar.

Pada kenyataannya, motivasi belajar siswa smp Negeri 1 Salem khususnya kelas VII B dalam mengikuti pembelajaran Matematika masih rendah. Informasi awal yang diperoleh dari guru Matematika dalam proses pembelajaran menyebutkan bahwa tidak sedikit siswa menunjukkan motivasi yang rendah, diantaranya : gairah belajar kurang, kurang bersemangat, kurang memiliki rasa ingin tahu, belum mampu “jalan sendiri” ketika diberi tugas mengerjakan sesuatu tugas, rasa percaya diri yang rendah, daya konsentrasi rendah, kurang memiliki semangat mengatasi masalah, kurang sabar, dan daya juang rendah. Rendahnya motivasi belajar diyakini dapat mempengaruhi hasil belajar pada pelajaran Matematika. Oleh karena itu rendahnya motivasi belajar Matematika pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Salem Tahun Pelajaran 2013-2014 perlu segera diatasi.

Motivasi belajar yang rendah dapat diatasi dengan berbagai layanan diantaranya dengan layanan informasi secara klasikal. Cara ini dipandang tepat karena layanan informasi secara klasikal dapat membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi mengenai diri, sosial, belajar, karir/pekerjaan, dan pendidikan lanjutan. Melalui layanan informasi secara klasikal siswa memperoleh informasi tentang apa, bagaimana, dan manfaat ilmu (mata pelajaran) dalam kehidupan akademis dan kehidupan sehari-hari sehingga siswa menjadi lebih tertarik dan termotivasi mempelajari semua mata pelajaran dengan lebih baik.

Berdasarkan permasalahan tersebut, guru pembimbing memberikan layanan informasi secara klasikal sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar Matematika pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Salem semester I tahun pelajaran 2013-2014.

Mengingat rendahnya motivasi belajar Matematika dialami oleh sebagian besar siswa kelas VII B, maka peneliti mencoba mengatasi permasalahan tersebut dengan layanan informasi secara klasikal.

Dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi satu masalah yaitu rendahnya motivasi belajar Matematika karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya Matematika.

        

 

  1. Tinjauan Pustaka
  1. Motivasi

    Motivasi dalam Asrori (2009 : 183) diartikan sebagai (1) dorongan yang timbul pada diri seseorang, secara disadari atau tidak disadari untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu ; (2) usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai.

    Menurut Asrori (2009 : 184) ada sejumlah indikator untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah :

    1. Memiliki gairah yang tinggi.
    2. Penuh semangat.
    3. Memiliki rasa penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi.
    4. Mampu “jalan sendiri” ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu.
    5. Memiliki rasa percaya diri.
    6. Memiliki daya konsentrasi yang tinggi.
    7. Kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi.
    8. Memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi.

    Menurut Sardiman (dalam himawan23.files.wordpress.com /2011/04/bab-i232.doc‎) ciri-ciri orang yang memiliki motivasi yang tinggi adalah sebagai berikut :

    1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
    2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
    3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
    4. Lebih senang bekerja sendiri.
    5. Tidak cepat bosan pada tugas-tugas rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-Ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
    6. Dapat mempertahankan pendapatnya.
    7. Tidak mudah melepas hal yang diyakininya itu.
    8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

       

  2. Motivasi Belajar

    Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman dalam Muchlisin Riadi, 2013).

    Motivasi pembelajaran adalah daya penggerak dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman. Motivasi dapat tumbuh karena adanya keinginan seseorang untuk dapat mengetahui dan memahami sesuatu serta mengarahkan minat belajar seseorang sehingga ingin sungguh-sungguh dalam belajar dan termotivasi untuk mencapai prestasi yang baik.

    Motivasi sangat diperlukan bagi terciptanya proses pembelajaran di kelas secara efektif. Motivasi memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran, baik dalam proses pembelajaran maupun pencapaian hasil belajar. Seseorang siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, pada umumnya mampu meraih keberhasilan dalam proses maupun hasil belajar.

    Menurut Asrori (2009 : 184) ada sejumlah indikator untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah :

    1. Memiliki gairah yang tinggi.
    2. Penuh semangat.
    3. Memiliki rasa penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi.
    4. Mampu “jalan sendiri” ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu.
    5. Memiliki rasa percaya diri.
    6. Memiliki daya konsentrasi yang tinggi.
    7. Kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi.
    8. Memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi.

    Menurut Sardiman (dalam himawan23.files.wordpress.com /2011/04/bab-i232.doc‎) ciri-ciri orang yang memiliki motivasi yang tinggi adalah sebagai berikut :

    1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
    2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
    3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
    4. Lebih senang bekerja sendiri.
    5. Tidak cepat bosan pada tugas-tugas rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-Ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
    6. Dapat mempertahankan pendapatnya.
    7. Tidak mudah melepas hal yang diyakininya itu.
    8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

     

  3. Matematika

    Matematika menurut kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar (2009 : 459) adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.

    Matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan, cabang Matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan Matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan temuan-temuan Matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru, seperti statistika dan teori permainan (wikipedia.org. 2013).

     

  4. Motivasi belajar Matematika

    Berdasarkan definisi dari motivasi belajar dan Matematika seperti uraian di atas, maka dapat dibuat definisi motivasi belajar Matematika yaitu motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar Matematika dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.

     

  5. Layanan Informasi

    Layanan informasi yaitu layanan dalam memberikan informasi sejumlah informasi kepada peserta didik. Tujuan layanan ini adalah agar peserta didik memiliki informasi memadai, baik informasi tentang dirinya maupun informasi tentang lingkungannya. Informasi yang diterima oleh siswa merupakan bantuan dalam membuat keputusan secara tepat (Nurihsan dan Sudianto, 2005 : 18)

    Pemahaman yang diperoleh melalui layanan informasi digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan. Fungsi utama dari layanan informasi adalah pemahanan dan pencegahan. Sukiman (2013 : 97)

     

 

  1. Metode Penelitian

 

  1. Setting Penelitian
    1. Waktu Penelitian

      Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai bulan Desember 2013.

    2. Tempat Penelitian
      1. Identitas tempat penelitian
        1. Nama Sekolah        : SMP Negeri 1 Salem
        2. Alamat sekolah    : Jl. Raya Kecamatan Salem, Brebes, Jateng.
        3. Kelas            : VII B

           

  2. Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Salem tahun pelajaran 2013-2014, jumlah siswa pada kelas tersebut berjumlah 40 yang terdiri dari laki-laki 20 orang dan perempuan 20 orang.

 

  1. Sumber Data

Data penelitian tindakan bimbingan dan konseling ini berasal dari sumber sebagai berikut:

  1. Data dari proses tindakan guru dalam praktik layanan informasi dan berasal dari siswa ketika mengikuti layanan informasi dari guru pembimbing yang melakukan penelitian.
  2. Data yang berasal dari pengamatan guru mata pelajaran Matematika selama siswa mengikuti pembelajaran Matematika.

     

  1. Teknik dan Alat pengumpul Data
    1. Teknik pengumpulan data

      Pengumpulan data penelitian tindakan bimbingan dan konseling dilakukan menggunakan teknik observasi yang ditujukan kepada :

      1. Guru pembimbing peneliti dengan fokus pengamatan pada tindakan nyata guru dalam memberikan layanan informasi.
      2. Siswa ketika mengikuti layanan informasi mengenai pentingnya belajar Matematika dalam kehidupan sehari-hari.
      3. Siswa ketika mengikuti pembelajaran Matematika oleh guru mata pelajaran Matematika.

         

    2. Alat pengumpul data

      Alat pengumpul data dalam penelitian tindakan bimbingan dan konseling yang dilakukan adalah pedoman observasi yang dibuat oleh guru pembimbing yang melakukan penelitian dan kolaborator penelitian.

       

  2. Analisa Data

    Data hasil pengamatan dalam penelitian dianalisis menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan motivasi belajar Matematika siswa pada kondisi awal dengan siklus I, membandingkan motivasi belajar Matematika siswa pada siklus I dengan siklus II, dan membandingkan motivasi belajar siswa pada awal siklus II dengan akhir siklus II.

    Data motivasi belajar Matematika diperoleh dari informasi guru mata pelajaran Matematika yang diambil dari pengamatan dalam proses belajar mengajar Matematika. Pada siklus I, layanan informasi membahas mengenai apa dan mengapa Matematika penting dan cara meningkatkan motivasi belajara Matematika. Guru mata pelajaran Matematika melakukan observasi pada kegiatan pembelajaran Matematika. Setiap siklus terdiri dari dua kegiatan. Hasil observasi layanan informasi dan pelaksanaan pembelajaran Matematika kemudian dilakukan refleksi.

    Tindakan yang sama dengan siklus I dilakukan pada siklus II, terdapat dua kegiatan yang dilaksanakan dan ada perubahan yang disesuaikan dengan hasil refleksi pada siklus I. Materi pada siklus II dibahas adalah materi pada siklus I dengan diberi tambahan materi untuk menyempurnakan kekurangan pada siklus I.

    Hasil analisis terhadap motivasi belajar Matematika sebagai indikator berhasil atau tidaknya tindakan yang dilakukan dianalisis oleh peneliti dan kolaborator yang kemudian dijadikan acuan untuk tindakan atau langkah berikutnya.

     

  3. Indikator Kinerja

    Indikator kinerja tindakan adalah meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran Matematika yang dinalisis untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan motivasi belajar Matematika.

    Kriteria peningkatan antara siklus I dan II sekurang-kurangya 75% dari siswa kelas VII B menunjukkan motivasi belajar yang tinggi dalam kegiatan belajar mengajar Matematika.

     

  4. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua siklus. Hasil tiap siklus dipergunakan untuk merefleksi langkah yang harus dilakukan pada siklus berikutnya. Masing-masing siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu :

  1. Perencanaan (planing)
  2. Pelaksanaan tindakan (action)
  3. Pengamatan (observation)
  4. Refleksi (reflection)

 

 

 

  1. Hasil Penelitian dan Pembahasan

 

  1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian tindakan bimbingan konseling yang dilaksanakan pada siswa kelas VII B smp 1 Salem semester II tahun pelajaran 2013-2014 sebagai berikut :

  1. Siklus I

Variabel 

Kegiatan 1 

Kegiatan 2 

Layanan informasi 

Kategori layanan :

cukup baik 

Kategori layanan :

baik 

Motivasi belajar Matematika  

Motivasi

  1. Sebanyak 16 siswa atau 40% memiliki motivasi tinggi.
  2. Sebanyak 20 siswa atau 50% memiliki motivasi sedang.
  3. Sebanyak 4 orang siswa atau 10% memiliki motivasi rendah.

Motivasi :

  1. Sebanyak 25 atau 62,5% siswa memi-liki motivasi tinggi,
  2. Sebanyak 13 siswa atau 32,5% memi-liki motivasi sedang
  3. Sebanyak 2 orang siswa atau 5% memiliki motivasi rendah.
  1. Siklus II

Variabel  

Kegiatan 1 

Kegiatan 2 

Layanan informasi 

Kategori layanan :

cukup baik 

Kategori layanan :

baik 

Motivasi belajar Matematika  

Motivasi :

  1. Sebanyak 29 atau 72,5% siswa memiliki motivasi tinggi.
  2. Sebanyak 11 siswa atau 27,5% memiliki motivasi sedang.

Motivasi :

  1. Sebanyak 33 atau 85,5% siswa memiliki motivasi tinggi.
  2. Sebanyak 7 orang siswa atau 17,5% memiliki motivasi sedang.

 

  1. Pembahasan

Hipotesis yang diajukan pada penelitian tindakan bimbingan konseling ini dapat diterima. Hasil penelitian tindakan layanan bimbingan dan konseling menunjukkan bahwa penggunaan layanan informasi dapat meningkatkan motivasi belajar Matematika siswa kelas VII B Semester 1 SMP Negeri 1 Salem tahun pelajaran 2013-2014.

Motivasi tinggi dalam proses belajar mengajar terlihat dari indikator-indokator sebagai berikut : Memiliki gairah yang tinggi dalam mempelajari Matematika, penuh semangat dalam belajar, memiliki rasa penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi, mampu “jalan sendiri” ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu, memiliki rasa percaya diri, memiliki daya konsentrasi yang tinggi, kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi, memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi, tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai), senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Apabila indikator-indikator tersebut di atas terlihat dan ada secara terus menerus maka dapat dikatakan bahwa siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya tidak semua kelas memiliki motivasi tinggi dalam mengikuti pembelajaran dan tidak semua guru dapat membangkitkan motivasi belajar siswanya.

Peran dalam membangkitkan motivasi belajar merupakan salah satu tugas guru sebagai pendidik termasuk. Guru bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat penting dalam membangkitkan motivasi belajar siswa. Banyak jenis layanan dan media yang dapat digunakan dalam membangkitkan motivasi belajar, diantaranya yaitu melalui layanan informasi.

Melalui layanan informasi peneliti mencoba untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mengikuti pelajaran Matematika. Dalam layanan informasi, guru pembimbing memberikan uraian materi yang membahas mengenai apa dan mengapa Matematika begitu penting untuk dipelajari dan manfaatnya dalam kehidupan manusia.

Hal tersebut diatas sesuai dengan teori Quantum Learning : AMBAK yang menyatakan bahwa motivasi belajar akan meningkat apabila kita mengetahui apa manfaat bagi kita materi pelajaran yang dipelajari (Hernacki dan Porter, 2002 : 45).

Dengan mengetahui dan menyadari manfaat mempelajari Matematika, maka secara perlahan-lahan motivasi belajar siswa dalam mempelajari Matematika akan meningkat.

 

  1. Kesimpulan dan Saran

 

  1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian tindakan bimbingan dan konseling yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  1. Penggunaan layanan informasi memberikan pemahaman baru kepada siswa mengenai pentingnya suatu mata pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Layanan informasi dapat meningkatkan motivasi belajar matematika pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Salem semester I tahun Pelajaran 2013-2014.

     

  1. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian yang di atas, peneliti mengajukan saran sebagai berikut :

  1. Penggunaan layanan informasi memberikan pemahaman baru kepada siswa mengenai pentingnya suatu mata pelajaran dalam kehidupan sehari-hari sehingga layanan informasi dapat digunakan untuk membangkitkan motivasi siswa pada semua matapelajaran yang diajarkan di sekolah.
  2. Layanan informasi dapat meningkatkan motivasi belajar matematika pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Salem semester I tahun Pelajaran 2013-2014 sehingga guru pembimbing dapat menerapkan layanan informasi untuk meningkatkan motivasi belajar pada mata pelajaran lainnya.

     

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Asrori Mohammad, 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima

Alya Qonita, 2009. Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar Dilengkapi dengan Gambar-Gambar Menarik. Jakarta : PT. Indah Jaya Adipratama.

Hernacki dan Porter, 2002.Quantum : Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung : Kaifa.

himawan23.files.wordpress.com /2011/04/bab-i232.doc

Muchlisin Riadi, 2013. Motivasi Belajar.


Leave a comment

Model Konseling dan Psikoterapi

Glosoff & Kioprowicz (dalam Modul PLPG Bimbingan dan Konseling Tahun 2013) menyatakan bahwa konseling merupakan suatu proses bantuan yang diberikan oleh seorang profesional yang terlatih kepada individu yang sedang mengalami masalah melalui suatu penciptaan hubungan yang penuh kepercayaan.

Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu “Psyche” yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan “Therapy” yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran (www.psikoterapis.com).

Perbedaan antara konseling dan psikoterapi dalam Modul PLPG Bimbingan dan Konseling Tahun 2013 yang dikutip dari Thompson, Rudolph, & Henderson (2004: 21).

Counseling is more for:

Psychotherapy is more for:

 

1. Clients

2. Mild disorders

3. Personal, social, vocational, educational, and decision-making problems

4. Preventive and developmental concerns

5. Educational and developmental settings

6. Conscious concern

7. Teaching methods

 

1. Patients

2. Serious disorders

3. Personality problems

 

4. Remedial concerns

5. Clinical and medical settings

6. Unconscious concerns

7. Healing methods

Menurut Corey (2003) terdapat delapan model konseling dan psikoterapi.

  1. Terapi Psikoanalitik.
  2. Terapi Eksistensial Humanistik.
  3. Terapi Client-Centered.
  4. Terapi Gestalt.
  5. Analisis Transaksional.
  6. Terapi Tingkah Laku.
  7. Terapi Rasional Emotif.
  8. Terapi Realitas.

Dari delapan model tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :

  1. Pendekatan psikodinamika yang berlandaskan pada pemahaman motivasi tak sadar, rekontruksi kepribadian, dan merupakan terapi psikoanalitik.
  2. Terapi-terapi yang berorientasi eksperiensial dan relasi yang berlandaskan psikologi humanistik. Kategori ini meliputi terapi-terapi eksistensial, terapi client centered, dan terapi gestalt.
  3. Terapi yang berorientasi pada tingkah laku, rasional-kognitif, dan “tindakan” yang mencakup analisis transaksional, terapi tingkah laku, terapi rasional emotif, dan terapi realitas.

 

Sumber :

Corey. Gerald. 2003. Konseling dan Psikoterapi. Bandung Refika Aditama.

Konsorsium Sertifikasi Guru.2012. Modul PLPG Bimbingan dan Konseling Tahun. Surabaya

http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-psikoterapi-,6